Arie Wibowo

Sesungguhnya TUHAN telah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dengan segala jenis rupa, warna, budaya dan bahasa sebagai sebuah anugerah kehidupan. Menjalinkan suku, bangsa, rupa, warna, budaya dan bahasa adalah cita kehidupan mulia sampai manusia kembali kepada Nya dengan segenap kemanusiaannya. Mari Menyambung cita, cinta karsa dan karya.......

Monday, March 05, 2007

Guru Kehidupan

Seperti biasa, setiap usai menghadapi klien-kliennya, kami selalu terlibat diskusi menarik seputar ‘cases’ klien-klien istriku. Entah sekedar ia ingin mendapat perspektif lain dari ‘psikolog’ amatiran –gadungan mungkin tepatnya- seperti diriku (maklum sedikit ngerti psikologi cuma bermodalkan baca-baca, baca buku, baca realitas sosial, baca pengalaman pribadi dan orang lain dan lain-sebagainnya). Atau memang sebenarnya ia sedang mengajariku beberapa ‘elmu´ psikologi klinisnya secara perlahan namun pasti.Tapi yang pasti adalah dia sedang menjadi ‘murabbiyah’ kehidupanku dalam mendidik anak tanpa ia sadari.

Pernah ia bercerita tentang seorang anak yang menjadi kliennya, punya kebiasaan dan sifat yang serba tertutup dan penakut. Takut tidur sendiri, takut berpendapat, takut ditinggal orang tuanya, dan beberapa jenis ketakutan yang lain. Konon, setelah melalui observasi dan pendalaman yang cukup panjang, ditemui bahwa sang ibu dulu punya kebiasaan mengunci anaknya di kamar ketika sang ibu bepergian ke pasar, kerja atau sekedar keluar rumah. Entah motiv apa yang melatar belakangi sebenarnya, alasannya supaya anaknya aman, kata sang Ibu. Walaupun ini bukan satu-satunya faktor yang membuat sang anak menjadi seperti sekarang ini, setidaknya hal ini memberi dampak terhadap kondisinya sekarang, begitu kataku waktu itu dengan segala sok jagonya.

Dilain kesempatan, beberapa waktu lalu, sepulang dari klien , aku menjemput nya bersama anak-anak di Stasiun Kali Bata dan sekalian mampir belanja kebutuhan hari-hari di Giant Kali Bata yang baru itu loh..(norak ya..). Sepulangnya dari sana, istriku bercerita lagi tentang klien yang baru dijumpainya, sang anak sebenarnya cukup cerdas dan pintar, namun kepribadiannya terkesan tidak stabil seperti orang terguncang, susah bicara, tidak berani menatap orang lain, tertutup dan lain-lain. Baru saja ia bertemu sang ibu dari anak tersebut. Dan terungkaplah sedikit latar belakang yang menimpa anak itu sewaktu kecil.
Konon sang Ibu ini hidup bersama sang suami yang memiliki masalah dengan kehidupan dengan mertuanya. Seringkali sang Ibu berkonflik dengan sang mertua untuk masalah-masalah yang sangat sepele, misalnya, pernah sang Ibu membeli ke sebuah warung, Kecap merek tertentu yang tidak seperti merek yang dibeli sang mertua, hal ini menimbulkan kemarahan sang mertua sampai memarahi dan menceramahi sang Ibu karena tidak membeli yang sesuai kebiasaannya. Dan hal ini acap kali terjadi untuk masalah – masalah lain yang sepele juga (hmm…hare gene…masih ada aja ya ..orang kek itu..begitu gumamku mendengarkan ceritanya..).
Keadaan ini menimbulkan depresi dan kekesalan sang Ibu terhadap mertuanya, tapi apa daya, ia tinggal menumpang dan tidak dapat melawannya, ditambah sang suami juga tidak membelanya. Dalam kondisi depresi dan kesal itulah, sang Ibu melampiaskan kepada anak pertamanya segala gundah, kesal dan benci dengan sering memarahi sang anak tanpa alasan yang jelas dan berdasar, memukul dan lain-lain.( Gleks! Masya ALLAH….kaget juga aku mendengarnya..ini sinetron atau beneran ya…., hatiku mulai membasah...).Itulah sisi lain yang terungkap dari observasi ke klien, celoteh istriku.Walaupun ke anak kedua dan seterusnya dia menyadari kesalahan tersebut dan tidak melakukannya lagi. Namun kini sang anak memiliki permasalahan psikologis tersendiri yang kini sedang ditangani istriku.
Hmmm....bisa jadi tuh anak begitu lantaran bekas-bekas perlakuan Ibunya dimasa kecilnya,begitu komentar sok tahu ku keluar lagi memberi perspektif, walaupun mungkin bukan itu satu-satunya faktor sergahku buru-buru melindungi diri agar gak salah pendapat.

Tapi....wait..wait...

Gerimis malam itu disepanjang kalimalang yang gelap, memberiku sebuah insight...
Kok, dari sekian kasus yang kudengar, telaah sekedarnya lewat buku-buku, bacaan realitas sosial kehidupan, sepertinya permasalahan yang muncul dari seorang anak bukan sebuah permasalahan yang berdiri sendiri ya..
Ada variabel lain yang mempengaruhinya sehingga ia bisa menjadi sebuah masalah, entah dari faktor orang tua, kerabat dan handai taulan, lingkungan bermain, budaya lokal dan adat istiadat, serta yang lainnya.
Anak itu seolah – olah menjadi ‘objek’ dari variable-variabel tersebut. Dia tidak pernah menjadi subjek dari permasalahan sebenarnya, beda dengan orang dewasa yang sudah memiliki cara berpikir dan mampu mengoptimalkan rasionya, sehingga dia merupakan subjek permasalahan.
Sehingga memastikan kualitas variable-variabel itu mempengaruhi si Objek tersebut sangat penting sekali. Semua variable-variabel itu saling mendominasi mempengaruhi sang objek tersebut.
Tapi kalau dirunut lebih mendalam, dan mendengarkan case yang biasa aku dengar tadi, sepertinya variable Orang Tua merupakan variable factor yang sangat dominan. Betapa tidak, ia merupakan tempat pertama sang anak mengenal dunia ini. Kemudian secara frekuensial, orang tua merupakan sosok yang selalu dan selalu hadir di keseharian anak. Di sisi lain, anak melihat, mengamati dan mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya kepada dirinya maupun kepada lingkungannya, karena pada saat awal anak belum memiliki alternative model dalam kehidupannya, meski lambat laun pilihan model ini makin banyak alternativenya, bisa dari kakaknya, adiknya, tante- omnya, pakde-budenya,kakek-neneknya, bahkan teman sebayanya.

Benarlah Rasulullah yang mengatakan bahwa ‘anak itu terlahir dengan fitrah, kedua orang tuanya lah yang bisa membuatnya menjadi Nasrani, Yahudi atau Majusi’

Ealah....masya ALLAH …..gerimis malam itu seolah – olah melahirkan guntur yang sangat dahsyat kepada diriku
Seorang ayah dengan satu putra dan satu putri yang insya ALLAH akan terus bertambah seiring rizki dan kepercayaan dari Nya.

Subhanallah...sanggupkah diriku...

Betapa masa depan buah hatiku ada ditangan kami kedua orang tuanya, bukan sekedar masa depannya menjadi sarjana, dokter, insinyur, pengusaha, lawyer, psikolog dan lain sebagainya.
Tapi masa depan kehidupannya yang hanif dan lurus, terbebas dari ‘masalah’ kehidupan dan ‘petaka’ dunia.
Dan yang lebih penting lagi adalah, masa depan hidup setelah kehidupan ini semua.

Ya Rabb kami, limpahkanlah kepada kami, dari istri dan anak-anak kami penyejuk mata, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang muttaqin.

Malam yang semakin larut..ditingkahi gerimis January....kususuri kali malang yang mulai sepi
Bersama kekasih hati..terima kasih untukmu duhai istri..yang berkenan menjadi murabbi...

aku doain ya, mudah2an kmu & keluarga akan selalu bahagia & selalu dlm lindungan Allah SWT. amin
apa kabar nich?

Post a Comment